فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Islam dibangun di atas lima pilar yang kokoh. Kelima pilar yang kelak kita sebut dengan “rukun Islam” ini dijelaskan oleh Rasulullah secara tegas dan bisa kita temukan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Islam dibangun di atas lima (pilar): (1) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah; (2) menegakkan shalat; (3) membayar zakat; (4) menunaikan haji; (5) puasa Ramadhan”. (HR Bukhari)
Rukun pertama Islam mencerminkan bahwa agama ini berpijak landasan tauhid. Artinya, selain mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan Allah, yang paling utama adalah mengimani bahwa Allah-lah satu-satunya yang layak disembah. Menyembah tentu saja bermakna lebih dari sebatas ritual sembahyang. Al-Qur’an menggunakan kata ‘abd untuk menyembah atau menghamba. Maksudnya adalah penghambaan dan pengabdian total hanya kepada Satu Dzat, mengalahkan segala hal selain-Nya.
Pandangan tauhid kemudian membawa manusia pada sudut pandang menganggap seluruh keberadaan di dunia ini pada dasarnya sama: sama-sama sebagai makhluk Allah dan sama-sama tak boleh menjadi “tuhan tandingan” bagi Allah. itulah mengapa Allah disebut rabbul ‘âlamîn, Tuhan seluruh ciptaan. Manusia juga dari ayah-ibu yang satu, yakni Nabi Adam dan Siti Hawa, dan karena itu mereka semua sejatinya adalah satu saudara, satu keluarga.
Jamaah shalat Jum’at rahimakumullah,
Ajaran tauhid tersebut memberi landasan sangat kuat tentang cara pandang manusia dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Islam sangat memperhatikan hubungan kemasyarakatan. Karena itu rukun Islam yang kedua hingga terakhir secara keseluruhan memiliki dimensi sosial. Baik shalat yang menekankan ditunaikan secara berjamaah, puasa sebagai rasa empati terhadap penderitaan orang lain, zakat yang meringankan beban ekonomi orang lain, maupun haji yang menyedot masyarakat di segala penjuru dunia untuk bersatu di Tanah Suci.
Oleh sebab itu, pelaksanaan rukun Islam secara sempurna sama dengan pemenuhan tanggung jawab tak semata sebagai hamba Allah, melainkan juga manusia yang berhubungan dengan manusia lainnya, termasuk juga dengan alam sekitarnya. Manusia diharuskan memiliki kepekaan sosial yang tinggi: suka membantu yang lemah, bergaul secara harmonis, serta tak gemar membeda-bedakan identitas.
Rasulullah sendiri pernah ditanya oleh salah seorang sahabat.
Artinya: “(Sikap) Islam mana yang terbaik? Rasulullah menjawab, “Engkau senantiasa memberi makan dan selalu mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal maupun yang tidak kamu kenal.” (HR Muslim)
Jamaah shalat Jum’at rahimakumullah,
Jawaban Rasulullah atas pertanyaan sahabatnya ini memberi pesan yang tegas tentang keterkaitan kualitas berislam dengan kepedulian kepada sesama. Nabi tak menjawab Islam yang terbaik adalah Islam Arab, Islam China, Islam suku ini, Islam suku itu, dan seterusnya. Secara singkat beliau menjawab, Islam yang memberi makan dan menyebarkan salam.
Makan merupakan kebutuhan paling dasar dari manusia. Tanpa itu manusia akan mati. Memberi makanan karena itu sama dengan memberi kehidupan. Ini merupakan sinyal kuat bahwa Islam melarang pengabaian terhadap kebutuhan asasi manusia. Juga perlu dicatat, uluran tangan sebaiknya diprioritaskan kepada mereka yang lemah, dan tanpa membeda-bedakan dari identitas apa mereka berasal sebab manusia pada dasarnya satu keluarga, sebagaimana yang tercermin dari prinsip tauhid yang dijelaskan tadi.
Yang kedua, mengucapkan salam. Salam adalah ungkapan doa untuk keselamatan dan kedamaian. Salam dalam konteks pergaulan masyarakat juga bisa diartikan menyapa. Tentu, salam bukan semata basa-basi lisan. Ia mengandung makna mendalam tentang hubungan sosial yang baik, karena masing-masing saling mendoakan dan saling bertegur sapa. Salam kepada siapa? Alâ man ‘arafta wa ‘alâ man lam ta‘rif, kepada orang dikenal maupun yang tidak dikenal; lintas ras, bangsa, etnis, agama, warna kulit, dan seterusnya.
Sebagian ulama memiliki makna yang lebih luas tentang hadits ini, yakni memberi makan berarti mencegah datangnya bahaya, melalui tangan manusia; sementara mengucapkan salam adalah mencegah datangnya bahaya, melalui lisannya. Atau, hadits ini selaras dengan hadits lain riwayat Imam Muslim yang bernada imbauan bahwa muslim yang baik adalah muslim yang bisa menjamin orang lain selamat dari lidah maupun tangannya.
Yang menarik, redaksi Arab dalam hadits tersebut menggunakan fi’il mudhari‘: تُطْعِم dan تَقْرَأُ". Fi’il mudhari‘ adalah kata yang menunjukkan pekerjaan sedang dilakukan atau akan terus-menerus dilakukan. Dengan bahasa lain, Rasulullah berharap “member makan” dan “mengucapkan salam” itu tidak terlaksana secara temporal, melainkan konsisten (istiqamah) alias terus menerus.
Semoga kita semua termasuk umat Islam yang dianugerahi kesadaran berislam secara maksimal, dengan berpegang teguh pada tali Allah dan punya rasa empati terhadap masyarakat secara luas. Wallahu a’lam.
Khutbah II
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Alif Budi Luhur
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !